Selasa, 19 Mei 2020

Ruang kusam kamar mandi dan sumur tua



Kini  sebuah ruang kusam kamar mandi dan sumur tua, disulapnya menjadi kolam yang berbangku, bertaman dan berbunga. Agar mereka ( Kakak -Adik, Laki-laki dan perempuan ) dapat mengingat masa-masa kecilnya, dimana mereka dapat bermain, bermanja dan dimandikan oleh ibunya. Banyak burung lalu lalang di mata air kolam tersebut. Mulai dari yang berpasang, berkejar kejaran dan ada juga anak burung bermanja dengan induknya. Terlihat burung yang bertengger sendiri dan bernyanyi. Dia Si kakak tersedar, bahwa memang kelak suatu saat kita  akan seperti itu.

Pagi, rengekan si bungsu mencari ibunya pecah, memecah rumah bambu beralas tanah.

Si Kakak terdiam, dia sudah dewasa. Ya, memang rindu diungkapkan lewat tangis emosi seorang bocah.

Si bapak dari persawahan, dengan badan masih berkeringat dan berlumpur segera mendekap dan melekatkan jantungnya kepada si bungsu. Ia ikut merasakan, dan ia lebih dulu merasakan beban rindu yang ia terima. Tak hanya itu, ia pikul dua sosok dalam kehidupan ini.

Sebelum berangkat untuk merantau ke negeri sebrang, ibu tak mau melihat kedua anaknya. Ia takut sedih dan membuaut sedih. Si Bapak bersikeras,  berteriak , “iki yo anakmu, gagasen”. Kata-kata bercorak bahasa jawa dengan nada tinggi itu keluar, setelah Bapak mengajak aku, dan adekku yang masih menangis menemui ibu yang berada di rumah paman, yang akan melangsungkan hajatan. Tampak kerumunan, bahu-membahu membuat pernak-pernik untuk kelengkapan hajatan pernikahan tersebut. Namun bapak tak perduli. Demi tangis si anak, ia sampaikan apa yang ia rasakan.

Setahun ada kabar dari negeri sebrang tentang ibu, lambat laun tak ada kabar. Kini Si adek sudah terbiasa hidup madiri, sudah pintar masak. Walau cuma goreng telur dan masak mie,… hehhe,.

Kini Si Burung dewasa sudah bernyanyi, namun rindu masih terkadang terisak dikala sepi di tepian kolam bekas kamar madi tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar